BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan ” suatu proses perubahan pada
diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)
menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis
progresif, dan berkesinambungan”, (Syamsu Yusuf : 83 ).
Istilah “Perkembangan” secara khusus diartikan sebagai
“perubahan-perubahan yang bersifat kwalitatif yang menyangkut aspek-aspek
mental psikologis manusia”, seperti perubahan-perubahan yang berkaitan dengan
aspek pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan
dan sebagainya, sehingga dengan perkembangan tersebut si anak akan semakin
bertambah banyak pengetahuan dan kemampuannya juga semakin baik sifat sosial,
moral, keyakinan agama dan sebagainya.
Dengan proses pertumbuhan fisik dan perkembangan mental
psikologis yang diperoleh anak secara optimal dapat diharapkan si anak akan
tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang baik dan berkualitas sebagaimana
yang diharapkan dirinya sendiri, juga oleh orang tua dan masyarakat.
Dan semua para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan
perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih
maju dan lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana
proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi, Mubin,
2006 : 21-22).
B. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak
Pemahaman kita yang benar tentang perkembangan anak
insyallah akan membantu kita untuk memberi perlakuan yang tepat kepada
anak-anak kita. Perkembangan anak pada dasarnya adalah perubahan-perubahan yang
terjadi dalam seluruh bagian diri anak, baik fisik, sosial, emosi, dan kognitif
(berpikir). Tulisan berikut ini akan mencoba menjelaskan prinsip-prinsip
penting dalam perkembangan anak.
1. Dimensi-dimensi perkembangan anak—fisik, sosial, emosi,
kognitif, dan spiritual—berhubungan erat satu sama lain. Perubahan dalam satu
dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain. Perkembangan dalam satu
dimensi dapat membatasi atau memfasilitasi perkembangan pada dimensi-dimensi
lainnya (Sroufe, Cooper, & DeHart 1992; Kostelnik, Soderman, & Whiren
1993).
Sebagai contoh, ketika para bayi mulai belajar berjalan,
kemampuan mereka untuk menjelajahi lingkungan menjadi meluas dan pergerakan
mereka ini, pada gilirannya, mempengaruhi perkembangan kognitif mereka.
Sebagaimana halnya perkembangan dalam keterampilan berbahasa mempengaruhi
kemampuan anak-anak untuk membangun hubungan-hubungan social dengan orang
dewasa dan anak-anak yang lain, dan pada gilirannya keterampilan-keterampilan
dalam interaksi sosial ini dapat mendukung atau menghambat perkembangan bahasa
mereka.
2. Perkembangan anak berlangsung dalam sebuah tahapan yang
relatif teratur di mana kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan, dan
pengetahuan-pengetahuan lanjut anak terbangun atas kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan,
dan pengetahuan-pengetahuan anak sebelumnya. Riset-riset perkembangan manusia
menunjukkan bahwa tahapan-tahapan pertumbuhan dan perubahan anak usia 9 tahun
pertama rentang kehidupan relatif stabil dan dapat diprediksikan tahapannya (Piaget
1952; Erikson 1963; Dyson & Genishi 1993; Gallahue 1993; Case & Okamoto
1996).
Perubahan-perubahan yang dapat diramalkan ini terjadi pada
semua bagian perkembangan— fisik, emosi, sosial, bahasa, dan kognitif—meskipun
bagaimana perubahan-perubahan ini mewujud dan makna yang dilekatkan pada
perubahan tersebut mungkin bervariasi menurut kontek budaya.
3. Perolehan perkembangan bervariasi untuk setiap anak,
termasuk untuk keberfungsian semua dimensi perkembangan dalam diri anak.
Keragaman individual paling tidak dalam dua makna: keragaman dari
rata-rata/normatif arah perkembangan dan keunikan setiap anak sebagai individu
(Sroufe, Cooper, & DeHart 1992).
Setiap anak adalah seorang pribadi unik dengan pola dan
waktu pertumbuhan bersifat individual, sebagaimana halnya untuk kepribadian,
temperamen, gaya belajar, latar belakang dan pengalaman keluarga. Semua anak
memiliki kelebihan, kebutuhan-kebutuhan, dan minat-minat masing-masing;
sejumlah mungkin memiliki kebutuhan belajar dan perkembangan yang khusus. Pemahaman
tentang keragaman yang luas bahkan pada anak-anak usia kronologis (usia yang
dihitung sejak anak lahir) yang sama, hendaknya mengantarkan kita pada
kesadaran bahwa usia anak hanyalah sebuah gambaran kasar untuk kemasakan
perkembangan anak.
Pengakuan bahwa keragaman individual bukan hanya diharapkan
tapi juga dihargai menuntut kita sebagai orang dewasa ketika berinteraksi
dengan anak-anak memperlakukan mereka secara tepat dengan keunikannya
masing-masing. Penekanan perlakuan anak secara individual sesuai dengan
keunikan masing-masing anak tidaklah sama dengan “individualisme.” Alih-alih
demikian, pengakuan ini menuntut kita untuk tidak menganggap anak hanya sebagai
anggota kelompok usia, kemudian mengharapkan mereka untuk menampilkan
tugas-tugas perkembangan kelompok usia tersebut tanpa mempertimbangkan
keragaman kemampuan adaptasi setiap individu anak.
Memiliki pengharapan tinggi terhadap anak adalah penting,
tetapi memiliki harapan-harapan yang kaku menurut norma kelompok tidak
mencerminkan kenyataan yang terjadi bahwa adanya perbedaan yang nyata dalam
perkembangan dan belajar individual anak dalam tahun-tahun awal kehidupan.
Harapan norma kelompok dapat memberi dampak yang sangat merusak terutama untuk
anak-anak dengan kebutuhan perkembangan dan belajar yang khusus (NEGP 1991;
Mallory 1992; Wolery, Strain, & Bailey 1992).
4. Pengalaman-pengalaman awal memberikan pengaruh yang
bersifat kumulatif maupun tertunda terhadap perkembangan anak; ada
periode-periode optimal untuk jenis-jenis perkembangan dan belajar tertentu.
Pengalaman-pengalaman awal anak, baik positif atau negatif, bersifat kumulatif
dalam arti bahwa jika sebuah pengalaman frekuensi kejadiannya jarang, maka hal
tersebut juga memiliki pengaruh minimal. Jika pengalaman-pengalaman positif
atau negatif sering terjadi, mereka memberikan dampak yang sangat kuat, lama,
dan bahkan memiliki dampak seperti bola salju (Katz & Chard 1989;
Kostelnik, Soderman, & Whiren 1993; Wieder & Greenspan 1993).
Sebagai contoh, pengalaman seorang anak prasekolah bersama
anak-anak dalam tahun-tahun prasekolah membantu dia mengembangkan
keterampilan-keterampilan sosial dan kepercayaan diri yang memungkinkan dia
memiliki teman-teman/persahabatan dalam tahun-tahun pertama sekolah dan
pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menguatkan kompetensi sosialnya.
Sebaliknya, anak-anak yang gagal untuk mengembangkan kompetensi sosial minimal
dan diabaikan atau ditolak teman-teman sebayanya memiliki resiko tinggi untuk
drop out sekolah, menjadi anak-anak dan remaja nakal, dan menunjukkan
permasalahan kesehatan mental ketika mereka dewasa (Asher, Hymel, &
Renshaw, 1984; Parker & Asher 1987).
5. Perkembangan berjalan dalam arah yang dapat diprediksikan
menuju sebuah kondisi yang lebih kompleks, lebih terorganisasi, dan lebih
terinternalisasi. Belajar selama periode anak usia dini berlangsung dari
pengetahuan yang berbentuk perilaku menuju pengetahuan yang berbentuk simbolik
(Bruner 1983).
Sebagai contoh, anak-anak belajar untuk mengenali rumah
mereka dan tempat-tempat lain yang mereka kenal lebih dahulu sebelum mereka
dapat memahami kata-kata kiri dan kanan atau membaca peta sebuah rumah.
Program-program yang tepat menurut tahapan perkembangan menyediakan banyak
kesempatan kepada anak-anak untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan mereka
yang bersifat pengetahuan dengan menyediakan sebuah pengalaman langsung yang
bervariasi dan membantu anak-anak menguasai pengetahuan yang bersifat simbolik
melalui representasi pengalaman-pengalaman mereka dalam media yang beragam
seperti menggambar, melukis, menyusun model, bermain drama, deskripsi-deskripsi
verbal dan tertulisa (Katz1995).
Bahkan setiap anak yang masih kecil mampu untuk menggunakan
beragam media untuk merepresentasikan konsep-konsep pemahaman mereka. Lebih
lanjut, melalui representasi pengetahuan mereka, pengetahuan itu sendiri
menjadi meningkat (Edwards, Gandini, & Forman 1993; Malaguzzi 1993;Forman
1994). Representasi modalitas sensori (baca panca indera) dan media juga
bervariasi menurut usia anak. Sebagai contoh, kebanyakan bayi dan anak yang
baru belajar berjalan kebanyakan belajarnya menggunakan panca indera dan
motorik, tetapi anak-anak usia 2 tahun menggunakan satu benda melakukan satu
hal dalam bermain (sebuah kotak untuk menelepon atau menggunakan sendok sebagai
gitar).
6. Perkembangan dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi
oleh kontek social cultural yang majemuk. Bronfenbrenner (1979, 1989, 1993)
menyediakan sebuah model ekologis untuk memahami perkembangan manusia.
Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perkembangan anak paling baik dipahami dalam
kontek keluarga, setting pendidikan, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas.
Kontek-kontek yang beragam ini berhubungan satu sama lain dan semuanya memiliki
pengaruh terhadap anak yang sedang berkembang. Sebagai contoh, bahkan seorang anak
diasuh dalam keluarga yang mencintai dan mendukungnya, komunitas yang sehat
dipengaruhi oleh bias-bias masyarakat yang lebih luas, seperti rasisme atau
seksisme, dan kemungkinan memperlihatkan pengaruh negatif dari stereotif
negative dan diskriminasi.
7. Anak-anak adalah pembelajar aktif, mengalami langsung
pengalaman fisik dan sosial sebagaimana halnya pengetahuan yang ditransmisikan
secara kultural untuk menyusun pemahaman-pemahaman mereka sendiri tentang dunia
yang ada di sekitar mereka. Anak-anak memiliki kontribusi terhadap perkembangan
dan belajar mereka sendiri sebagaimana halnya mereka berusaha untuk menanggapi
pengalaman-pengalaman harian mereka di rumah, program usia dini dan komunitas.
Prinsip-prinsip dari praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan didasarkan
pada teori-teori dominan yang memandang bahwa perkembangan intelektual dari
sebuah perspektif konstruktivis-interaktif (Dewey 1916; Piaget 1952; Vygotsky
1978; DeVries & Kohlberg 1990; Rogoff.
8. Perkembangan dan belajar merupakan hasil interaksi antara
maturasi biologis dan lingkungan, baik fisik maupun sosial, di mana anak-anak
tinggal di dalamnya. Prinsip ini menunjukkan bahwa manusia merupakan produk
hereditas (biologis) dan lingkungan dan kedua kekuatan ini berhubungan satu sama
lain.
Para penganut behavioris (aliran perilaku) memfokuskan pada
pengaruh-pengaruh lingkungan sebagai penentu belajar, sementara para penganut
maturasionis (aliran kemasakan biologis) menekankan pentingnya
hereditas—karakteristik biologis bawaan. Setiap perspektif benar sampai
tingkatan tertentu dan selebihnya keduanya tidak mampu untuk menjelaskan
belajar atau perkembangan. Sekarang ini, perkembangan dilihat sebagai hasil
dari proses transaksional yang interaktif antara individu yang sedang tumbuh
dan berkembang dengan pengalaman-pengalaman dalam lingkungan fisik dan sosial
(Scarr & McCartney 1983; Plomin 1994a, b).
Sebagai contoh, sebuah bawaan genetik kemungkinan
memprediksi pertumbuhan yang sehat, tetapi nutrisi yang tidak mencukupi dalam
tahun-tahun awal kehidupan mengganggu terpenuhinya potensi tersebut.
Disabilitas yang parah, baik disebabkan hereditas atau lingkungan, kemungkinan
dapat diperbaiki melalui intervensi yang sistematik dan tepat. Demikian juga
halnya, seorang anak dengan temperamen yang dibawanya—sebuah kecenderungan
psikologi dalam menanggapi situasi tertentu—membentuk dan dibentuk oleh
bagaimana anak-anak lain dan orang-orang dewasa berkomunikasi dengan anak
tersebut
9. Bermain merupakan sebuah instrumen penting bagi
perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak-anak, juga sebagai sebuah
refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak adalah
konstruktor-konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa
perkembangan dan belajar sebagai hasil proses interaktif, para guru anak usia
dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan sebuh kontek yang sangat
mendukung untuk proses-proses perkembangan tersebut (Piaget 1952; Fein 1981;
Bergen 1988; Smilansky & Shefatya 1990; Fromberg 1992; Berk & Winsler
1995).
10. Perkembangan tingkat lanjut dicapai ketika anak-anak
memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan
yang baru dikuasai, sebagaimana juga mereka mengalami sebuah tantangan dalam
level di atas penguasaan mereka sekarang ini. Penelitian-penelitian
mendemonstrasikan bahwa anak-anak perlu untuk mampu menegosiasikan sebagian
besar tugas-tugas belajar dengan sukses untuk memelihara motivasi dan keteguhan
mereka (Lary 1990; Brophy 1992). Dihadapkan pada kegagalan yang berulang,
kebanyakan anak-anak berhenti untuk mencoba. Implikasinya adalah bahwa pada
sebagian besar waktu para guru seharusnya menyediakan anak-anak dengan
tugas-tugas yang dengan usaha-usahanya mereka dapat menyelesaikan dan
mempresentasikannya sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.
11. Anak-anak menunjukkan cara-cara yang berbeda dalam
mengetahui dan belajar, dan cara-cara yang berbeda dalam merepresentasikan apa
yang mereka ketahui. Pada kurun waktu tertentu, para teoritisi belajar dan ahli
psikologi perkembangan telah mengakui bahwa manusia terlahir untuk memahami
dunia dalam cara-cara yang beragam dan bahwa setiap individu cenderung memiliki
preferensi atau model belajar tertentu. Studi-studi perbedaan dalam modalitas
belajar telah menemukan hal yang kontras antara pembelajar visual, auditori,
atau taktil. Sementara karya yang lain telah mengidentifikasi jenis pembelajar
mandiri atau dependen (Witkin 1962).
12. Anak-anak berkembang dan belajar dengan sangat baik
dalam kontek sebuah komunitas di mana mereka aman dan dihargai, kebutuhan-kebutuhan
fisik mereka terpenuhi, dan mereka merasa secara psikologis aman. Perkembangan
anak-anak dalam semua bagiannya dipengaruhi oleh abilitas mereka untuk
membangun dan memelihara sebuah hubungan primer yang positif secara konsisten
dengan orang-orang dewasa dan anak-anak yang lain (Bowlby 1969; Stern 1985;
Garbarino et al. 1992). Hubungan-hubungan primer ini berawal dalam keluarga
tetapi kemudian meluas seiring berjalannya waktu termasuk guru-guru anak-anak
dan anggota-anggota komunitas; oleh karena itu, praktek-praktek yang sesuai
dengan tahapan perkembangan seharusnya memperhatikan dengan baik
kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan emosi sebagaimana halnya perkembangan
intelektual.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Persoalan mengenai faktor-faktor apakah yang memungkinkan
atau mempengaruhi perkembangan, dijawab oleh para ahli dengan jawaban yang
berbeda-beda. Para ahli yang beraliran “Nativisme” berpendapat bahwa
perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh unsur pembawaan. Jadi
perkembangan individu semata-mata tergantung pada faktor dasar/pembawaan. Tokoh
utama aliran ini yang terkenal adalah Schopenhauer. Berbeda dengan aliran
Nativisme, para ahli yang mengikuti aliran “Empirisme” berpendapat bahwa
perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor
lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama
sekali. Aliran Empirisme ini menjadikan faktor lingkungan/pendidikan maha kuasa
dalam menentukan perkembangan seorang individu. Tokoh aliran ini adalah John
Locke. Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrem di atas
adalah “aliran konvergensi” dengan tokohnya yang terkenal adalah William Stern.
Menurut aliran konvergensi, perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan
oleh kedua kekuatan tersebut. baik faktor dasar / pembawaan maupun faktor
lingkungan/pendidikan kedua-duanya secara convergent akan menentukan /
mewujudkan perkembangan seseorang individu. Sejalan dengan pendapat aliran ini
Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita juga mengemukakan adanya dua faktor
yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor
internal) dan faktor ajar / lingkungan (faktor eksternal).
Menurut Elizabeth B. Hurluck, baik faktor kondisi internal
maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan
sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua
faktor tersebut sukar untuk ditentukan, lebih-lebih lagi untuk dibedakan mana
yang penting dan kurang penting.
Selain faktor-faktor yang tersebut di atas, masih ada lagi
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, diantaranya
adalah faktor teman sebaya, keragaman budaya dan faktor media massa.
1. Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan
lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya,
sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak
menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana
bermain.
Anak yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai
pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan dengan sikap-sikap
menguasai anak-anak lain, akan besar pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau
pola-pola kepribadian. Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma
pribadi sangat berlainan dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman.
Di satu pihak ia ingin mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di
rumah, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntutsi anak untuk memperlihatkan
pola yang lain, yang bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.
Makin kecil kelompoknya, di mana hubungan-hubungan erat
terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan
dengan kelompok yang besar yang anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.
2. Keragaman budaya
Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar
pengaruhnya bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku
anak didik selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat
tinggal mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah
dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang
membawa ke arah prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah
prilaku yang negatif.
3. Media Massa
Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau
mempengaruhi prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat
besar pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa,
seorang anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat.
Media massa dapat merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif. Contoh
media massa yang sangat berpengaruh adalah media massamassa saat ini berkembang
semakin canggih. Semakin canggih suatu media massa maka akan semakin terasa
dampaknya bagi kehidupan kita. elektronik antara lain televisi. Televisi sangat
mudah mempengaruhi masyarakat, khususnya anak-anak yang dalam perkembangan
melalui acara yang disiarkannya. Media
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Di akhir pembuatan makalah ini penulis mencoba mengambil
beberapa kesimpulan yang menjadi intisari dari uraian di atas, yaitu:
1. Perkembangan adalah suatu perubahan yaitu perubahan
menuju ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa. Perubahan-perubahan yang
terjadi dalam seluruh bagian diri anak, baik fisik, sosial, emosi, dan kognitif
(berpikir).
2. Faktor pembawaan dan lingkungan adalah dua faktor yang
sangat menentukan bagi perkembangan setiap individu.
Demikianlah penutup dari makalah ini, mudah-mudahan makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Amien, Ya Rabbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu
Jaya, Jakarta, 1995,
Drs. Abu Ahamdi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,
Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar
Kependidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya, 1987.
Drs. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum &
Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992.
Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, PT. BPK
Gunung Mulia, Jakarta, 1992.
Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu
Jaya, Jakarta, 1995, hal. 11.
Drs. H. M. Alisuf Sabri, Ibid, hlm. 41.
Drs. Abu Ahamdi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,
Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 64.
Ibid, hlm. 66.
Ibid, hlm. 170.
Ibid, hal. 177.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar
Kependidikan, Usaha Nasioanal, Surabaya, 1987, hlm. 14.
Drs. H. Abu Ahmadi & Dra. Nur Uhbiyati, Op. Cit, hlm.
181.
Ibid, hlm. 184.
Drs. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum &
Perkembangan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992, hlm. 173-174.
Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, PT. BPK
Gunung Mulia, Jakarta, 1992, hlm. 44.
http://fadliyanur.blogspot.com/2008/02/lingkungan-perkembangan-anak-didik-dan.html
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/perkembangan-motorik-kasar-dan-perkembangan-motorik-halus/
No comments:
Post a Comment